Sabtu, 25 Januari 2014

relaksasi otot


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sel otot merupakan sel yang terspesialisasi untuk satu tugas, kontraksi dan spesialisasi ini berada dalam struktur dan fungsi yang membentuk otot, prototipe untuk mempelajari pergerakan pada tingkat sel dan molekuler. Terdapat 3 jenis otot pada vertebrata yaitu : otot rangka yang berperan untuk semua pergerakan yang sadar. Otot jantung yang memompa darah dari jantung serta otot polos yang berperan untuk pergerakan yang tak sadar dari organ seperti lambung, intestine, uterus dan pembuluh darah. Pada otot rangka dan jantung elemen kontraktil sitoskeleton terdapat pada susunan teratur yang memunculkan pola karakteristik dari garis yang berseling. Berikut adalah karakterisasi struktur pada otot rangka :
Otot rangka diikat oleh serabut otot yang merupakan sel tunggal yang besar yang dibentuk dari penggabungan banyak sel tunggal selama perkembangannya. Kebanyakan pada sitoplasma terdiri dari myofibril yang merupakan serabut silindris dari 2 tipe filamen : filamen tebal myosin (d = 15 nm) dan filamen tipis aktin (d = 7 nm). Setiap myofibril diatur sebagai ikatan unit kontraktil yang disebut sarkomer yang berperan pada kenampakan garis dari otot rangka dan jantung.
Sarkomer terdiri dari beberapa daerah yang dapat terlihat secara jelas menggunakan mikroskop elektron. Ujung tiap sarkomer disebut garis Z. Di dalam tiap sarkomer, daerah gelap (disebut daerah A karena mereka anisotropik ketika dilihat dengan cahaya terpolarisasi) berseling dengan daerah terang (disebut daerah I karena isotropik). Daerah-daerah ini berhubungan dengan kehadiran atau ketidakhadiran filamen myosin. Daerah I hanya terdiri dari filamen yang tipis : aktin. Sedangkan daerah A terdiri dari filamen yang tebal : myosin. Filamen myosin dan aktin tumpang tindih di daerah tepi dari daerah A, sedangkan daerah tengah (disebut zona H) hanya terdiri dari myosin. Filamen aktin diikat pada ujung positifnya pada garis Z yang termasuk penghubung protein α-actinin. Filamen myosin terjangkar pada garis M di bagian tengah sarkomer.
Penambahan 2 protein (titin dan nebulin) juga berkontribusi pada struktur sarkomer dan stabilitasnya. Titin adalah protein yang besar dan molekul titin tunggal memanjang dari garis M sampai garis Z. Molekul titin yang panjang diduga menyerupai pegas yang menjaga filamen myosin tetap berada di pusat sarkomer dan memelihara tegangan yang membuat otot akan menyentak jika terlalu panjang. Filamen nebulin berhubungan dengan aktin dan diduga untuk meregulasi kumpulan filamen aktin dengan bertindak sebgai pembatas yang menentukan panjangnya.
.

1.2 Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan sistem syaraf otot?
2.    Sebutkan dan Jelaskan macam-macm otot beserta fungsinya !
3.    Apa yang dimaksud dengan kontraksi dan relaksasi? Bagaimana mekanisme kontraksi dan relaksasi otot?
4.    Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot?
5.    Bagaimana sistem syaraf otot bekerja ?   























BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Sistem syaraf otot
      Sistem otot adalah sistem organ pada hewan dan manusia yang mengizinkan makhluk tersebut bergerak. Sistem otot pada vertebrata dikontrol oleh sistem syaraf, walaupun beberapa otot (seperti otot jantung) dapat bergerak secara otonom. Sistem syaraf adalah suatu sistem tubuh yang merupakan adaptasi tubuh terhadap rangsangan yang diterima. Medulla spinalis pada katak merupakan pusat gerak refleks katak, karena pada saat medulla spinalis katak di rusak, maka katak tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan yang diberikan. Menurut Tetty Setiowati, sistem syaraf pada katak berupa otak yang berbentuk langsing atau memanjang untuk menyesuaikan diri dengan habitatnya di darat dan di air. Bagian otak yang berkembang dengan baik ialah otak tengah yang tumbuh membentuk gelembung. Otak tengah berfungsi sebagai pusat penglihatan. Pusat pembau pada katak kurang berkembang.
      Sistem syaraf tersusun oleh berjuta-juta sel syaraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi. Syaraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Sistem syaraf terdiri dari jutaan sel syaraf (neuron), neuron adalah kesatuan struktural dan fungsional sistem syaraf. Fungsi sel syaraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsangan atau tanggapan. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya mengandung Inti sel yang besar dan berbentuk seperti pembuluh dengan membran yang tipis. Inti sel mengandung satu anak inti besar yang kaya akan RNA (Asam Ribo Nukleat) dan Sitoplasma yang disebut Neuroplasma (Pratiwi, 1996).

2.2    Macam-macam Otot dan Fungsinya
      Otot adalah kumpulan sel-sel otot yang membentuk jaringan yang berfungsi menyelenggarakan gerakan organ tubuh. Otot merupakan alat gerak aktif sedangkan rangka tubuh merupakan alat gerak pasif. Secara anatomis, otot terdiri dari dua filamen (benang) dasar, yaitu aktin dan miosin. Miosin berstruktur tebal, sedangkan aktin berstruktur tipis. Berdasarkan cara kerja dan bentuknya, sel otot dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1.  Otot lurik atau kerangka
Otot lurik disebut otot kerangka karena jika dilihat dari mikroskop tampak adanya daerah gelap dan terang berselang seling. Otot lurik pada umumnya menempel pada tulang sebagai daging. Ciri-ciri otot rangka, yaitu bentuk sel silindris, memanjang, mempunyai banyak inti sel, dan  bekerja di bawah kesadaran, artinya menurut perintah dari otak. Kontraksi otot rangka memungkinkan adanya aksi yang disengaja, seperti berlari atau berenang. Otot lurik  ditemukan di lidah, diafragma, dinding pangkal oesophagus, dan sebagian otot wajah. Fungsi dari otot lurik  adalah pusat aktivitas tubuh secara sadar.
2.  Otot polos
Setiap serabut otot polos adalah sel tunggal berbentuk gelendong dengan satu nukleus, sel-sel itu tersusun dalam lembaran. Otot polos juga disebut otot tak berlurik karena tidak tampak adanya lurik melintang di bawah mikroskop cahaya. Otot polos dapat berkontraksi secara spontan, tetapi terutama dikendalikan oleh neuron motor dari sistem syaraf simpatik dan parasimpatik. Kerja otot polos jauh lebih lambat daripada kerja otot kerangka. Otot polos memerlukan waktu antara tiga detik sampai tiga menit untuk berkontraksi. Otot polos berbeda dengan otot kerangka dalam kemampuannya untuk tetap berkontraksi pada berbagai panjang. Keadaan ini disebut dengan tonus. Tonus (otot) adalah kontraksi otot yang selalu dipertahankan keberadaannya oleh otot itu sendiri. Otot polos bekerja di luar kesadaran. Kontraksi otot polos dapat melaksanakan bermacam-macam tugas, seperti meneruskan makanan dari mulut ke saluran pencernaan dan mengeluarkan urine. Otot polos  terdapat pada sistem pernapasan, sistem reproduksi, arteri, vena, pembuluh limfe yang besar, dermis, iris, dan korpus siliaris pada mata. Otot polos bertanggung jawab atas aktivitas tubuh tidak sadar, seperti gerakan lambung atau penyempitan arteri.
3.  Otot jantung
Otot jantung tersusun dari sel-sel otot yang mirip dengan otot lurik, namun otot jantung mempunyai percabangan. Sel-sel otot jantung mempunyai banyak inti dan terletak di tengah serabut. Otot jantung merupakan otot yang mempunyai keistemawaan, yaitu bentuknya lurik, tetapi bekerja seperti otot polos, yaitu di luar kesadaran atau di luar perintah otak. Kerja otot ini dipengaruhi oleh syaraf otonom. Otot jantung membentuk dinding jantung sehingga jantung bekerja seumur hidup manusia. Kerja otot jantung tidak dipenaruhi kehendak kita. Otot jantung bertanggung jawab atas aktivitas tubuh tidak sadar, seperti denyut jantung.

2.3 Kontraksi dan Relaksasi Otot
Kontraksi otot adalah proses terjadinya pengikatan aktin dan miosin sehingga otot memendek. Aktin merupakan bentuk jaring otot yang berfungsi untuk membentuk permukaan sel, pigmen penyusun otot yang berdinding tipis, protein yang merupakan unsur kontraksi dalam otot, sedangkan miosin adalah protein dalam otot yang mengatur kontraksi dan relaksasi filamen penyusun otot yang berdinding tebal. Otot memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a. Kontraktibilitas, yaitu kemampuan untuk memendek;
b. Ekstensibilitas, yaitu kemampuan untuk memanjang;
c. Elastisitas, yaitu kemampuan untuk kembali ke ukuran semula setelah memendek atau memanjang.
Metode pergeseran filamen dijelaskan melalui mekanisme kontraksi pencampuran aktin dan miosin membentuk kompleks akto-miosin yang dipengaruhi oleh ATP. Miosin merupakan produk, dan proses tersebut mempunyai ikatan dengan ATP. ATP yang terikat dengan miosin terhidrolisis membentuk kompleks miosin ADP-Pi dan akan berikatan dengan aktin. Tahapselanjutnya, tahap relaksasi konformasional kompleks aktin, miosin, danADP-Pi secara bertahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP, proses terkait dan terlepasnya aktin menghasilkan gaya fektorial.
Mekanisme kontraksi otot, dimulai dengan pembentukan kolin menjadiasetilkolin yang terjadi di dalam otot. Proses itu akan diikuti dengan penggabungan antara ion kalsium, troponium, dan tropomisin. Penggabungan ini memacu penggabungan miosin dan aktin menjadi akto-miosin. Terbentuknyaakto-miosin menyebabkan sel otot memendek (berkontraksi) pada plasma sel, ion kalsium akan berpisah dari troponium sehingga aktin dan miosin juga terpisah dan otot akan kembali relaksasi. Saat kontraksi, filamen aktin akan meluncur atau mengerut diantara miosin ke dalam zona H (Zona H adalah bagian terang antara 2 pita), dengan demikian serabut otot memendek atau yang tetap panjang adalah pita A (pita Gelap), sedangkan pita I (pita terang) dan zona H bertambah pendek pada saat kontraksi.
Ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisis menjadi ADP. Beberapa energi dilepaskan dengan cara memotong pemindahan ATP ke miosin yang berubah ke konfigurasi energi tinggi. Miosin yang berenergi tinggi ini kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan khusus pada aktin membentuk jembatan silang, kemudian simpanan energi miosin dilepaskan dan ujung miosin lalu beristirahat dengan energi rendah pada saat ini terjadi relaksasi. Mekanisme otot ketika berelaksasi, relaksasi terjadi jika ion-ion Ca++ dipompa lagi masuk ke dalam retikulum sarkoplasma secara transport aktif dengan bantuan ATP, sehingga binding site aktin kembali tertutupi oleh tropomiosin, cross bridge tidak dapat terjadi dan relaksasi terjadi.


2.4 Mekanisme Kontraksi Otot
Dasar untuk mengetahui kontraksi otot adalah Model Pergeseran Filamen yang pertama kali dikemukakan tahun 1954 oleh Andrew Huxley dan Ralph Niederge dan oleh Hugh Huxley dan Jean Hanson. Selama kontraksi otot, setiap sarkomer memendek, menyebabkan garis Z menutup bersama. Tidak ada perubahan pada ukuran daerah A tetapi daerah I dan zona H hampir tidak terlihat. Perubahan ini diterangkan oleh filamen aktin dan myosin yang bergeser melewati satu sama lain, sehingga filamen aktin berpindah menuju daerah A dan zona H. Kontraksi otot dengan demikian akibat dari interaksi diantara filamen aktin dan myosin yang menghasilkan pergerakan yang relatif satu sama lain. Dasar molekuler untuk interaksi ini adalah ikatan myosin ke filamen aktin menyebabkan myosin berfungsi sebagai penggerak pergeseran filamen.
Tipe myosin yang terdapat pada otot (myosin II) adalah jenis protein yang besar (sekitar 500 kd) yang terdiri dari dua rantai berat yang identik dan dua pasang rantai ringan. Setiap ikatan gelap terdiri atas gugus kepala globuler dan ujung α-heliks yang panjang. Ujung α-heliks dari dua rantai berat yang kembar di sekitar satu sama lain di dalam struktur gulungan untuk membentuk dimer dan dua rantai ringan yang terhubung dengan bagian leher tiap gugus kepala untuk membentuk molekul myosin yang komplet.
Filamen tebal otot terdiri dari beberapa ribu molekul myosin yang berhubungan dalam pergiliran pararel disusun oleh interaksi diantara ujung-ujungnya. Kepala globuler myosin mengikat aktin membentuk jembatan diantara filamen tebal dan tipis. Ini penting dicatat bahwa orientasi molekul myosin pada filamen tipis berkebalikan pada garis M sarkomer. Polaritas filamen aktin sama berkebalikan pada garis M sehingga orientasi filamen aktin dan myosin adalah sama pada kedua bagian sarkomer. Aktivitas penggerak myosin memindahkan gugus kepalanya sepanjang filamen aktin pada arah ujung positif. Pergerakan ini mengegeser filamen aktin dari kedua sisi sarkomer terhadap garis M, memendekkan sarkomer dan menyebabkan kontraksi otot. Penambahan ikatan aktin, kepala myosin mengikat dan kemudian menghidrolisis ATP yang menyediakan energi untuk menggerakkan pergeseran filamen. Pengubahan energi kimia untuk pegerakan ditengahi oleh perubahan bentuk myosin akibat pengikatan ATP. Model ini secara luas diterima bahwa hidrolisis ATP mengakibatkan siklus yang berulang pada interaksi diantara kepala myosin dan aktin. Selama tiap siklus, perubahan bentuk pada myosin mengakibtkan pergerakan kepala myosin sepanjang filamen aktin.
Walaupun mekanisme molekuler masih belum sepenuhnya diketahui, model yang diterima secara luas untuk menjelaskan fungsi myosin diturunkan dari penelitian in vitro tentang pergerakan myosin di sepanjang filamen aktin (oleh James Spudich dan Michael Sheetz) dan dari determinasi struktur 3 dimensi myosin (oleh Ivan Rayment dan koleganya). Siklus dimulai dari myosin (tanpa adanya ATP) yang berikatan dengan aktin. Pengikatan ATP memisahkan kompleks myosin-aktin dan hidrolisis ATP kemudian menyebabkan perubahan bentuk di myosin. Perubahan ini mempengaruhi daerah leher myosin yang terikat pada ikatan terang yang bertindak sebagai lengan pengungkit untuk memindahkan kepala myosin sekitar 5 nm. Produk hidrolisis meninggalkan ikatan pada kepala myosin yang disebut “posisi teracung”. Kepala myosin kemudian mengikat kembali filamen aktin pada posisi baru, menyebabakan pelepasan ADP + Pi yang menggerakkannya.
Kejadian biokimiawi yang penting dalam mekanisme kontraksi dan relaksasi otot dapat digambarkan dalam 5 tahap yakni sebagai berikut :
a.    Dalam fase relaksasi pada kontraksi otot, kepala S1 myosin menghidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi, namun kedua produk ini tetap terikat. Kompleks ADP-Pi- myosin telah mendapatkan energi dan berada dalam bentuk yang dikatakan sebagai bentuk energi tinggi.
b.    Kalau kontraksi otot distimulasi maka aktin akan dapat terjangkau dan kepala myosin akan menemukannya, mengikatnya serta membentuk kompleks aktin-myosin-ADP-Pi.
c.    Pembentukan kompleks ini meningkatkan Pi yang akan memulai cetusan kekuatan. Peristiwa ini diikuti oleh pelepasan ADP dan disertai dengan perubahan bentuk yang besar pada kepala myosin dalam sekitar hubungannya dengan bagian ekornya yang akan menarik aktin sekitar 10 nm ke arah bagian pusat sarkomer. Kejadian ini disebut cetusan kekuatan (power stroke). Myosin kini berada dalam keadaan berenergi rendah yang ditunjukkan dengan kompleks aktin-myosin.
d.   Molekul ATP yang lain terikat pada kepala S1 dengan membentuk kompleks aktin-myosin-ATP.
e.    Kompleks aktin-ATP mempunyai afinitas yang rendah terhadap aktin dan dengan demikian aktin akan dilepaskan. Tahap terakhir ini merupakan kunci dalam relaksasi dan bergantung pada pengikatan ATP dengan kompleks aktin-myosin.
                               

Jadi, hidrolisis ATP digunakan untuk menggerakkan siklus tersebut dengan cara cetusan kekuatan yang sebenarnya berupa perubahan bentuk kepala S1 yang terjadi setelah pelepasan ADP.
Kontraksi otot rangka digerakkan oleh impuls syaraf yang merangsang pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik (jaringan khusus membran internal yang mirip dengan retikulum endoplasma yang menyimpan ion Ca2+ dengan konsentrasi yang tinggi). Pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik meningkatkan konsentrasi Ca2+ di sitosol kira-kira dari 10-7 menjadi 10-5 M. Berikut kerja retikulum sarkoplasma mengatur kadar ion Ca2+ intraselular dalam otot rangka :
Dalam sarkoplasma otot yang tengah istirahat, kontraksi ion Ca2+ adalah 10-7-10-8 mol/L. Keadaan istirahat tercapai karena ion Ca2+ dipompakan ke dalam retikulum sarkoplasma lewat kerja sistem pengangkutan aktif yang dinamakan Ca2+ ATPase yang memulai relaksasi. Retikulum sarkoplasma merupakan jalinan kantong membran yang halus. Di dalam tretikulum sarkoplasma, ion Ca2+ terikat pada protein pengikat Ca2+ yang spesifik yang disebut kalsekuestrin. Sarkomer dikelilingi oleh membran yang dapat tereksitasi (sistem tubulus T) yang tersusun dari saluran transversal (T) yang berhubungan erat dengan retikulum sarkoplasma.
Ketika membran sarkomer tereksitasi oleh impuls syaraf, sinyal yang ditimbulkan disalurkan ke dalam sistem tubulus T dan saluran pelepasan ion Ca2+ dalam retikulum sarkoplasma di sekitarnya akan membuka dengan cepat serta melepaskan ion Ca2+ ke dalam sarkoplasma dari retikulum sarkoplasma. Konsentrasi ion Ca2+ dalam sarkoplasma meningkat dengan cepat hingga 10-5 mol/L. Tempat pengikatan Ca2+ pada TpC dalam filamen tipis dengan cepat diduduki oleh Ca2+. Kompleks TpC- 4 Ca2+ berinteraksi dengan TpI dan TpT untuk mengubah interaksinya dengan tropomyosin ini. Jadi, tropomyosin ini hanya keluar dari jalannya atau mengubah bentuk F aktin sehingga kepala myosin ADP-Pi dapat berinteraksi dengan F aktin untuk mengawali siklus kontraksi.
Peningkatan konsentrasi ion Ca2+ memberi sinyal kontraksi otot melalui gerakan prekursor protein yang terikat pada filamen aktin : tropomyosin dan troponin. Tropomyosin adalah protein serabut yang terikat di sepanjang alur filamen aktin. Pada otot lurik, tiap molekul tropomyosin terikat pada troponin yang merupakan komplek 3 polipeptida: troponin C (mengikat Ca2+), troponin I (inhibitor), dan troponin T (mengikat tropomyosin). Ketika konsentrasi Ca2+ rendah, kompleks troponin dengan tropomyosin menghalangi kontraksi aktin dan myosin sehingga otot tidak berkontraksi. Pada konsentrasi ion Ca2+ tinggi, Ca2+ terikat pada troponin C menggeser posisi kompleks dengan mengganti posisi inhibisi dan mengakibatkan proses kontraksi terjadi.
                             




2.5      Mekanisme Relaksasi Otot.
a.    Konsentrasi Ca2+ menurun hingga di bawah 10-7 mol/L sebagai akibat dari pelepasannya kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh Ca2+ ATPase.
b.    TpC- 4 Ca2+ kehilangan Ca2+
c.    Troponin lewat interaksinya dengan tropomyosin menghambat interaksi selanjutnya kepala myosin- F aktin.
d.   Dengan adanya ATP kepala myosin terlepas dari F aktin.
Dengan demikian ion Ca2+ mengendalikan kontraksi otot lewat mekanisme alosterik yang diantarai di dalam otot oleh TpC, TpI, TpT, tropomyosin dan F aktin.
2.6    Ion Ca2+ Memerankan Peranan Sentral Dalam Pengaturan Kontraksi Otot.
a.    Pengaturan berdasarkan aktin (terdapat dalam otot lurik)
Pengaturan berdasarkan aktin terdapat pada otot rangka serta jantung vertebrata yang memiliki corak yang sama, lurik. Satu-satunya faktor yang potensial untuk membatasi proses pengaturan dalam siklus kontraksi otot kemungkinan adalah ATP. Sistem otot rangka dihambat pada saat istirahat; penghambatan ini dihilangkan untuk mengaktifkan kontraksi. Faktor penghambat otot lurik adalah sistem troponin yang terikat dengan tropomyosin dan F aktin dalam filamen tipis. Dalam otot lurik tidak terdapat kontrol kontraksi kecuali sistem troponin-tropomyosin terdapat bersama-sama dengan filamen aktin dan myosin. Tropomyosin terletak di sepanjang alur F aktin dan 3 buah kompleks troponin yaitu TpT, TpC, dan TpI. TpI mencegah ikatan kepala myosin dengan tempat pelekatan F aktin melalui perubahan bentuk F aktin via molekul tropomyosin atau hanya melalui pengguliran tropomyosin ke dalam posisi yang merintangi langsung tempat melekatnya kepala myosin pada F aktin. Kedua cara tersebut mencegah pengaktifan enzim ATPase myosin yang terjadi dengan perantaraan pengikatan kepala myosin pada F aktin. Dengan cara demikian, sistem TpI menghalangi siklus kontraksi.
b.    Pengaturan berdasarkan myosin (terdapat dalam otot polos)
Otot polos mempunyai struktur molekuler yang serupa dengan struktur molekuler otot lurik kendati sarkomernya tidak segaris. Otot polos mengandung molekul α-aktinin dan tropomyosin sebagaiman halnya otot lurik. Otot polos tidak memiliki sistem troponin dan rantai ringan myosin otot polos berbeda dengan otot lurik. Sekalipun begitu, kontraksi otot polos juga diatur oleh ion Ca2+. Berikut mekanisme kontraksi pada otot polos:
Ø  Fosforilasi rantai tipis-p myosin memulai kontraksi otot polos Myosin otot polos mengandung rantai ringan-p yang mencegah pengikatan kepala myosin pada F aktin. Rantai tipis-p harus mengalami fosforilasi dahulu sebelum memungkinkan pengaktifan myosinATPase oleh F aktin. Kemudian aktivitas ATPase akan menyebabkan hidrolisis ATP. Fosfat pada rantai ringan myosin dapat membentuk khelasi dengfan ion Ca2+ yang terikat pada kompleks tropomyosin-TpC-aktin sehingga terjadi peningkatan kecepatan pembentukan jembatan silang antara kepala myosin dengan aktin. Fosforilasi rantai ringan-p memulai siklus kontraksi pelekatan-pelepasan pada otot polos.
Ø   Enzim kinase rantai myosin diaktifkan oleh kalmodulin 4 Ca2+ dan kemudian melakukan fosforilasi rantai tipis-p.
Sarkoplasma otot polos mengandung enzim kinase rantai ringan myosin yang bergantung kalsium. Aktivasi ion Ca2+ pada enzim kinase rantai ringan memerlukan pengikatan kalmodulin Ca2+. Enzim kinase rantai ringan yang diaktifkan oleh kalmodulin 4 Ca2+ melakukan fosforilasi rantai ringan-p yang kemudian akan berhenti menghambat interaksi myosin-F aktin. Siklus kontraksi kemudian dimulai.

a. Filamen-filamen tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses kontraksi.
Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi akan lebih pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata -rata sekitar sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung, panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama besarnya. Berdasar pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew Huxley dan R.Niedergerke pada tahun 1954 menyarankan model pergeseran filamen (=filament sliding). Model ini mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh suatu proses yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar sesamanya.
b. Aktin merangsang Aktivitas ATPase Miosin
Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya dan bukan asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, Szent-Gyorgi kembali menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk membentuk kompleks bernama Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas miosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan studi kinetika kimia. Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah sebesar 0.05 per detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh lebih kecil dari daya kerja ATPase miosin yang berada dalam otot yang berkontraksi. Bagaimanapun juga, secara paradoks, adanya aktin (dalam otot) meningkatkan laju hidrolisis ATP miosin menjadi sekitar 10 per detiknya. Karena aktin menyebabkan peningkatan atau peng-akti-vasian miosin inilah, muncullah sebutan aktin. Selanjutnya, Edwin Taylor mengemukakan sebuah model hidrolisis ATP yang dimediasi / ditengahi oleh aktomiosin. Model ini dapat dilihat pada skema gambar
Pada tahap pertama, ATP terikat pada bagian miosin dari aktomiosin dan menghasilkan disosiasi aktin dan miosin. Miosin yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan dengan ATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan miosin tadi terhidrolisis dengan cepat membentuk kompleks miosin-ADP-Pi. Kompleks tersebut yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga. Pada tahap keempat yang merupakan tahap untuk relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi tadi secara tahap demi tahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga kompleks yang tersisa hanyalah kompleks Aktin-Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis ATP selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya vektorial untuk kontraksi otot.
Rayment, Holden, dan Ronald Milligan telah memformulasikan suatu model yang dinamakan kompleks rigor terhadap kepala S1 miosin dan Faktin. Mereka mengamati kompleks tersebut melalui mikroskopi elektron. Daerah yang mirip bola pada S1 itu berikatan secara tangensial pada filamen aktin pada sudut 45o terhadap sumbu filamen. Sementara itu, ekor S1 mengarah sejajar sumbu filamen. Relasi kepala S1 miosin itu nampaknya berinteraksi dengan aktin melalui pasangan ion yang melibatkan beberapa residu Lisin dari miosin dan beberapa residu asam Aspartik dan asam Glutamik dari aktin.
d. Kepala-kepala Miosin “berjalan” sepanjang filamen-filamen aktin
Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang konstan tanpa berpindah-pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan. Sebaliknya, cross bridges itu harus berulangkali terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini selanjutnya mengarah pada model “perahu dayung” untuk siklus kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak. Gambar 9 menjelaskan tentang tahaptahap siklus tersebut.
Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai akibatnya, kepala S1melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Pada tahap ketiga, kepala S1 mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan-daya terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap.
  • Perubahan bentuk dalam rangka mekanisme kontraksi otot sekelet telah lama diselidiki baik dalam keadaan hidup maupun pada yang telah dimatikan.
  • Dari kedua pengamatan tersebut ditarik kesimpulan bahwa pada waktu kontraksi berlangsung otot memendek dan membesar.
  • Bagaimana proses berlangsungnya pemendekan dapat dijelaskan dengan meneliti struktur serta susunan miofilamen, sebagai hasil penelitian dengan menggunakan mikroskop elektron.
  • Satuan myofibril yang terkecil disebut sarkomer, yang pada kontraksi sarkomerpun ikut memendek dan memanjang pada waktu relaksasi.
  • Perubahan ini dirumuskan dengan istilah “sliding-filaments mechanism of contraction”
  • “sliding-filaments mechanism of contraction”yaitu: pada permulaan kontraksi cakram I ( Isotrop zona ) mulai menyempit yang selanjutnya lenyap bila serabut otot tersebut berkontraksi kira-kira 50%.
  • Daerah H dalam cakram A ( Anisotrop zona) juga ikut lenyap
  • Sebaliknya panjang cakram A praktis tidak mengalami perubahan baik pada waktu kontraksi maupun relaksasi.
  • Hal ini disebabkan karena cakram A hanya memendek sedikit sekali bila sarkomer berkontraksi.
  • Penebalan cakram Z disebabkan berkumpulnya bahan pekat yang kuat mengambil zat warna, yang selanjutnya dikenal sebagai “contraction band”.
  • Pendapat lain mengatakan bahwa cantraction band disebabkan oleh crumpling and folding ujung-ujung filament myosin pada cakram Z.
  • Hipotesa lain mengungkapkan bahwa kontraksi otot skelet terjadi karena folding and coiling filament aktin, dan bukan secara sliding.
  • Hal ini didasarkan dengan daerah H yang tetap tampak jelas meskipun otot berkontraksi.
  • Kontraksi otot diprakarsai dengan pelepasan ion kalsium dari sarkoplasmik reticulum.
  • Selanjutnya ion kalsium tersebut merangasang aktivitas adenosin trifosfat (ATP), yang kemudian terjadi hidrolisa molekul ATP menjadi ADP dan pelepasan energi.
  • Energi inilah yang dipakai untuk kontraksi.
  • Ion kalsium yang hanya bekerja sebagai katalisator selanjutnya ditangkap kembali oleh sarkoplasmik reticulum.
Kejadian-kejadian molekuler selama kontraksi
  • Fragmen-fragmen meromiosin berat dapat berikatan dengan salah satu ujungnya pada tempat tertentu pada filament aktin yang terdapat setiap 36 nm.
  • Hal ini adalah sama betul dengan preodisitas aktin, dan sekarang diyakini bahwa setiap kepala myosin selama kontraksi arahnya “miring” berkontak dengan filament aktin terdekat.
  • Selama kontraksi, filament aktin bergeser lebih jauh dari pada jarak antara 2 kepala myosin yang berturutan.
  • Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut : setelah terikat pada suatu tempat perlekatan pada filament aktin, setiap kepala myosin “mengangguk” ke arah garis M, sehingga filament aktin tertarik pada jarak tertentu ke arah garis M.
  • Segera sesudah itu, kepala myosin dilepaskan dari tempat perlekatan dan kembali ke posisi semula tegak lurus tehadap fragmen meromiosin yang berbentuk batang.
  • Pada posisi ini kepala myosin berhubungan dengan tempat perlekatan berikutnya yang terletak sepanjang filament aktin, tidak jauh dari tempat tersebut, setelah itu kepala myosin kembali mengangguk ke arah garis M dan seterusnya.
  • Dengan demikian filament aktin tertarik selangkah demi selangkah ke arah garis M. Anggukan-anggukan kepala myosin disebabkan oleh suatu perubahan kekuatan pengikatan antara kepala dan bagian batang molekul meromiosin akibat pengikatan pada filament aktin.
  • ATPase yang terdapat pada kepala myosin akan memecah ATP sehingga tersedia energi yang digunakan untuk kontraksi.
  • Sebelum kontraksi otot, suatu potensial aksi merambat sepanjang sarkolema dan dari sini diteruskan ke bagian dalam serat melalui tubulus T .
  • Potensial aksi dari tubulus-tubulus T menyebabkan perubahan pada potensial membran dalam sisterna terminal reticulum sarkoplasma dan ini menyebabkan pelepasan pada ion-ion Ca dari reticulum ke dalam sarkoplasma seklilingnya (dalam keadaan istirahat sebagian besar Ca dalam serat terpusat pada sisterna terminal reticulum sarkoplasma).
  • Ion-ion Ca ini berikatan pada troponin (troponin C) yang mempunyai afinitas sangat kuat terhadap ion-ion Ca ini. Selama keadaan istirahat, kompleks troponin (toponin I)-tropomiosin menghambat tempat perlekatan pada filament aktin untuk kepala-kepala myosin, mungkin secara fisik menutupi kepala-kepala myosin tersebut.
  • Melalui pengikatan ion-ion Ca pada molekul troponin, molekul ini diperkirakan berubah bentuk. Dengan demikian hambatan tempat perlekatan pada filament aktin oleh kompleks troponin-tropomiosin ditiadakan.
  • Kapala-kepala myosin kemudian dengan segera secara fisik berhubungan dengan tempat-tempat perlekatan aktin dimana mencetuskan pergeseran filament-filamen.
  • Kontraksi ini berlangsung terus selama ion-ion Ca dalam sarkoplasma konsentrasinya masih cukup tinggi.
  • Akan tetapi dengan memakai pompa Ca aktif di dekat membrane reticulum sarkoplasma ion-ion Ca terus menerus dan secara aktif dipompakan ke dalam sisterna longitudinal reticulum berlangsung kira-kira 20 mili detik, kemudian konsentrasi Ca dalam sarkoplasma menurun sampai tingkat paling rendah (kurang dari 10 M) yang terdapat selama keadaan istirahat.
  • Dengan demikian pengikatan ion-ion Ca pada troponin terhenti, dan kompleks troponin-tropomiosin kembali menghambat tempat-tempat perlekatan pada filament aktin,
  • jadi serat ini dipertahankan dalam keadaan istirahat.
  • Kebutuhan energi untuk transfort aktif ion-ion Ca ke dalam reticulum sarkoplasma tersedia dari pemecahan ATP, dan karena itu kontraksi dan relaksasi keduanya membutuhkan ATP.
  • Rangkaian perangsangan/ kontraksi melalui system tubulus T menerangkan mengapa semua myofibril pada serat otot diaktivasi secara serentak dan hampir bersamaan dengan merambatnya potensial aksi pada sarkolema.
2.7    Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi
Kontraksi otot dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
a.    Treppe
Treppe (atau disebut juga Staircase Effect), yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan yang berselang beberapa detik, pengaruh ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi ion Ca++ di dalam serabut otot yang meningkatkan pola aktivitas miofibril.
b.    Summasi
Summasi merupakan hasil penjumlahan kontraksi 2 jalan, yaitu summasi unit motor berganda dan summasi gelombang. Summasi unit motor berganda (Multiple Motor Unit Summation) terjadi apabila lebih banyak unit motor yang dirangsang untuk berkontraksi secara stimultan pada otot. Oleh karena itu, semakin banyak serabut otot dan berkas-berkasnya yang berkontraksi dan menghasilkan kekuatan yang lebih besar di dalam otot secara keseluruhan. Summasi gelombang (Wave Summation) terjadi apabila frekuensi stimulasi ditingkatkan kepada unit-unit motor. Jadi, frekuensi rangsangan sedemikian rupa sehingga kontraksi yang pertama belum juga selesai meski kontraksi berikutnya sudah mulai.
c.    Tetani (tetanus)
Tetani terjadi apabila frekuensi stimulasi (summasi gelombang) menjadi demikian cepat sehingga tidak ada peningkatan frekuensi lebih jauh lagi yang akan meningkatkan tegangan kontraksi, tenaga terbesar yang dapat dicapai oleh otot telah tercapai.
d.   Fatigue
Fatigue merupakan menurunnya kapasitas bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan itu sendiri (ATP total yang tersedia jumlahnya menurun, tenaga untuk kontraksi menurun juga dan otot akan semakin melemah). Menurunnya kekuatan kontraksi setelah berlangsungnya stimulasi yang berkepanjangandisebut sebagai Muscle fatigue (kelelahan otot), sedangkan kontraksi otot menekan pembuluh darah di dalam otot dan oleh karenanya menurunkan suplai atau aliran darah apabila terjadi kontraksi yang berkepanjangan disebut sebagai Ischemia (kekurangan darah). Cramp otot, yaitu ischemia disertai menumpuknya asam laktat.
e.    Rigor dan Rigor Mortis
Rigor, yaitu kelelahan yang  berlebihan. Hal ini terjadi apabila sebagian terbesar ATP di dalam otot telah dihabiskan, kalsium tidak lagi dapat dikembalikan ke dalam retikulum sarkoplasma melalui mekanisme pemompaankalsium. Oleh karena itu, relaksasi tidak bisa terjadi karena filamen aktin dan miosin terikat dalam suatu ikatan yang erat.
Rigor mortis pada dasarnya sama dengan rigor, kecuali terjadi beberapa jam setelah kematian. Rigor mortis terjadi apabila ATP tidak lagi tersedia, otot kehilangan tonus, dan kalsium sedikit demi sedikit dilepaskan dari retikulum sarkoplasma. Tonus, yaitu tegangan ditunjukkan oleh semua otot pada saat istirahat.

















BAB III
KESIMPULAN

1.      Sistem otot adalah sistem organ pada hewan dan manusia yang mengizinkan makhluk tersebut bergerak. Sistem otot pada vertebrata dikontrol oleh sistem syaraf, walaupun beberapa otot (seperti otot jantung) dapat bergerak secara otonom.
2.      Sistem syaraf adalah suatu sistem tubuh yang merupakan adaptasi tubuh terhadap rangsangan yang diterima. Fungsi sel syaraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
3.      Otot adalah kumpulan sel-sel otot yang membentuk jaringan yang berfungsi menyelenggarakan gerakan organ tubuh. Berdasarkan cara kerja dan bentuknya, sel otot dibedakan menjadi tiga macam, yaitu otot lurik atau otot rangka, otot polos, dan otot jantung.
4.      Kontraksi otot terjadinya pengikatan aktin dan miosin sehingga otot memendek, sedangkan relaksasi terjadi ketika simpanan energi miosin dilepaskan dan ujung miosin lalu beristirahat dengan energi rendah.
5.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot adalah treppe, summasi, tetani, fatigue, rigor, dan rigor mortis.
6.      Pada katak sistem saraf otot bekerja berasal dari medulla spinalis yang merupakan pusat gerak refleks katak, karena ketika saat medulla spinalis dirusak maka katak tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan yang diberikan.














DAFTAR PUSTAKA

Ø  Campbell, dkk. 2005. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Ø  Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ø  Http://sep89.blogspot.com/2011/09/kontraksi-otot.html Diposkan oleh Sep Blog Spot di 07.21.
Ø  Kimball, John W. 1994. Biologi  jilid 2 edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Ø  Pratiwi, D.A. 1996. Biologi 2. Erlangga. Jakarta.


Ø  Sari, Lela Juwita. 2008. Fisiologi Sistem Saraf pada Katak. UNJ. Jakarta.

Ø  Seeley, R. R., dkk. 2003. Essentials of  Anatomy dan Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies.


Ø  Setiowati, Tetty. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.

Ø  Syamsuri, Istamar. 2003.Biologi 2000. Erlangga. Jakarta.


Ø  Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole. Canada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar